Jumat, 08 Juni 2012

My Umroh Jouney: Madinah Al Munawaroh (2)

Melanjutkan cerita perjalanan umroh dari entri sebelumnya......

Interior dalam Masjid Nabawi
Dihari kedua, tadinya kami berencana untuk bangun dini hari untuk sholat tahajud di masjid nabawi. Awalnya, saya yang baru beristirahat sekitar jam 12 malam waktu arab langsung ragu apakah saya bisa bangun untuk sholat tahajud. Soalnya rasa badan ini masih lelah dan mengantuk sangat, tapi  kata ibu saya, sudah jauh2 ke arab masa malah tidur, kan niatnya emang ibadah, bukan tidur. Saya pikir okelah, tapi saya tidak yakin nih pada bisa bangun nanti, secara saya melihat tidak ada satu pun dari kami, baik saya, kakak, maupun ibu, yang menyalakan alarm untuk membangunkan kami. Tapi berhubung saya sudah lelah sangat, saya cuek saja dan tidur. Jam 12 malam saya tidur.


Baru terasa seperti sebentar saja, saya merasa ada kegaduhan di kamar. Rupanya anggota kamar sudah pada bangun, namun sayang waktu sudah menunjukkan pukul 3. Semua dari kami ingin mandi, karena tidak ada satupun dari kami yang mandi tadi malam, hehe. Alhasil, mandipun jadi mengantre. Kami semua baru selesai mandi dan siap2 pukul 4 pagi, dan 15 menit kemudian adzan telah dikumandangkan. 

Saat menuju masjid nabawi, saya melihat sudah banyak sekali orang yang melangkahkan diri menuju ke masjid nabawi. Subhanallah sekali ya, coba masyarakat muslim di Indonesia juga begini, walau masih pagi buta, semangat ke masjid sungguh mengagumkan. Yang saya rasakan ketika dini hari ke masjid adalah, ternyata suhu musim panas di madinah antara siang hari dan malam hari tak jauh berbeda ya. Malah saya merasa suhu malam hari lebih panas ketimbang suhu siang hari, saya yang salah merasa atau apa ya, hehehe.

Ketika sampai di nabawi, tempat2 shaf wanita bagian depan telah penuh terisi, alhasil kami, yaitu ibu, saya, kakak, nenek, dan adek nenek atau dari sini dan seterusnya kita sebut eyang ani, memutuskan mengambil tempat di pintu perbatasan antara shaf wanita yang bebas anak2, dan shaf wanita yang membawa anak2. Kamipun melakukan sholat wajib pertama kami.



Masjid Nabawi sangatlah indah kawan, arsitekturnya denger2 sih dari Prancis. Gayanya khas timur tengah, dengan kaligrafi detail yang begitu indah, namun dengan kesan yang modern. Pintu-pintunya merupakan emas asli, yang diukir indah, dengan hiasan kaligrafi yang meliuk anggun. Langit-langitnya tinggi, sehingga terkesan sejuk. Di langit2nya, terdapat banyak kubah-kubah kecil yang bertahtakan kaligrafi. Di setiap kubahnya terdapat tulisan Allah. Di langit-langit juga terdapat beberapa kubah yang berukuran lebih besar yang bisa bergeser membuka, sehingga terlihat pemandangan langit luar.

Mejeng di depan pintu Masjid yang sebagiannya terbuat dari emas murni :))


Masjid Nabawi memang di desain sangat nyaman, dengan pendingin udara yang ditaruh dibagian bawah setiap pilarnya, bersanding dengan tempat Al Quran ditaruh. Bahkan lantainya pun berpendingin, jadi walau cuaca di luar sangat panas, lantainya tetep adem ayem. Karpetnya empuk di kaki, dan berwarna merah maroon. Di bagian belakang shaf, biasanya disediakan air zam zam gratis bagi seluruh jamaah yang sholat disitu. Jadi kalau sholat di Masjid Nabawi, kita bisa minum air zam-zam sepuas-puasnya kawan:). Untuk bagian wanita shaf dibagi menjadi dua, yaitu shaf untuk wanita yang membawa anak yang letaknya di belakang, dan wanita yang tidak membawa anak yang letaknya di depan. Dengan indahnya arsitektur Masjid Nabawi tersebut, sayang kami jamaah yang masuk ke masjid tidak diperkenankan untuk membawa kamera ataupun handphone berkamera. Di setiap pintu masuknya, askar-askar selalu siap sedia menggeledah bawaan para jamaah. Namun halnya, selalu saja ada orang yang mencari celah dan melanggar peraturan.

Setelah sholat subuh, kami memutuska untuk maju ke shaf depan, lalu mengaji sembari menunggu waktu dhuha. Selang sekitar setengah jam, para askar menunjukkan kepada kami, dan wanita2 lainnya yang ada disitu, dengan bahasa ala kadarnya dicampur dengan bahasa tarzan, bahwa raudlah akan segera dibuka untuk wanita, sehingga apabila kami ingin kesana, ia menunjuk untuk ikut bergabung dengan grup di sisi sana.

Untuk informasi, raudlah adalah tempat antara mimbar nabi Muhammad SAW ketika berkhotbah dan rumah nabi, yang menurut informasi yang saya dapat adalah tempat yang mustajab. Artinya mustajab, jika berdoa disitu, doa kita akan terkabul.

Ternyata untuk ke raudlah kita perlu mengatri dulu kawan...Untuk wanita, pergi ke raudlah memang tidak diijinkan setiap waktu, setahu saya hanya boleh saat jam 6 pagi-9pagi, dan setelah Ashar. Sedangkan untuk kaum pria boleh bebas ke raudlah kapan saja. Kami lalu ditunjukkan untuk mengantri di rombongan orang Malaysia, yah berhubung kita kan sodara serumpun ya, muka2 kita pun mirip, karena sejauh mata memandang saya memang tidak melihat rombongan khusus indonesia, jadi memang digabungkan.Yang lainnya pun begitu, dikelompokkan menurut kebangsaannya. Sembari menunggu kami mengaji, berdzikir, dan saat dhuha telah tiba, kamipun sholat dhuha. Saat kami capek dan ingin berdiri, para askar langsung memperingatkan "Ibu duduk", selalu begitu, dengan pengucapan "duduk" yang lucu ditelinga saya, terdengar seperti "tutuk" yang diucapkan balita, hehehe

Budaya jazirah arab memang terasa disini, saat pintu raudlah dibuka, bangsa jazirah arab, yang terdiri dari berbagai negara langsung menyerbu untuk menuju ke raudlah. Cara mereka menyerbu agak bikin saya  merinding, sambil lari gerudukan, dan berteriak nyaring. Sudah badannya gede2 pula...Untung bangsa melayu tidak disuruh ikut menyerbu. Kami yang berbadan kecil ini (dibandingkan mereka yang super gede) pasti bakal tergilas oleh mereka. Kami masih disuruh menunggu giliran kami.

Saat menunggu, kubah masjid nabawi terbuka :) 
Wah indahnya, udara segar dari AC jadi tambah segar...Sayang saya tidak melihat proses terbukanya, tau2 udah kebuka aja tu kubah:( Saat kubah terbuka ada beberapa burung yang terbang masuk, menambah meriahnya suasana. Kalau tidak salah itu burung dara. 

Setelah satu setengah jam menunggu, akhirnya sudah giliran kami untuk mausk ke raudlah. Ternyata dari pintu yang terbuka, kami masih harus berjalan lagi beberapa saat menuju ke raudlah. Sesampai di tempat tunggu menuju raudlah, kami disuruh duduk dan menunggu lagi oleh askar. Tempat menunggunya adalah sebuah ruang terbuka di dalam masjid, dengan payung raksasa yang dibiarkan terbuka, serupa dengan payung yang ada di halaman masjid, namun lebih kecil. Saat kami disitu, sudah ada beberapa rombongan bangsa lai yang juga menunggu. Saat menunggu, ada askar yang nampaknya orang Indonesia yang memberikan ceramah kepada kami. Saya mencoba untuk berkonsentrasi mendengerkan, namun suaranya terlalu kecil. Jadi saya mendengarkan sekenanya saja.

Setelah menunggu kurang lebih satu jam, tibalah giliran kami untuk masuk ke raudlah. Raudlah, seperti yang sudah saya sebutkan tadi, adalah anatara mimbar Rasul dan rumahnya. Berkarpet hijau, dan memiliki area yang terbatas.  Raudlah ditandai dengan mimbar lama Rasulullah bertingkat 6, berukir kaligrafi dan berwarna hijau di satu sisi, dan mimbar baru yang digunakan sekarang dari marmer warna putih abu di sisi lainnya.

Masuk ke raudlah memang butuh usaha. Setelah masuk ke daerah makam Rasul, kami juga harus agak berebut, sambil mengantri untuk sampai ke bagian raudlahnya, dengan karpet berwarna hijau, beda dengan sekitarnya yang berkarpet merah. Tadinya saat saya melihat Pagar hijau yang mengelilingi makam Rasulullah dan dua sahabatnya, Umar bin Khatab, dan satu sahabat lagi (maaf saya lupa) hati saya merasa biasa saja, tapi setelah saya pikir-pikir lagi sekarang, setelah mengikuti sekian banyak rangkaian umroh, saya baru merasa subhanallah, saya sudah pernah begitu dekat dengan makam Rasulullah, manusia paling mulia di muka bumi ini. Sampai juga ya saya disana, saya pikir. Beberapa langkah kemudian sampailah kami di daerah raudlah. Raudlah tidak terlalu besar, karena tempatnya meliputi antara mimbar Rasul dan rumahnya. Kami, manusia yang begitu banyak ini, harus berjubel memepertahankan diri, agar tidak terdesak oleh yang lainnya. Di dalam raudlah saya solat sunah, dan juga berdoa, doa yang telah ada di buku bimbingan umroh saya. Kami bergantian untuk sholat, untuk menjaga yang lainnya, agar tidak terdesak oleh jamaah lain saat sholat.

Apabila telah selesai sholat, askar akan segera memberi instruksi untuk segera keluar dari daerah Raudlah, mengingat jamaah yang begitu banyak. Mereka akan berkata "ibu keluat, ayo jalan" dengan logat yang selalu terdengar lucu di telinga saya. Maka kamipun harus keluar. Saat di raudlah, saya melihat banyak wanita yang menangis tersedu, hati saya menjadi tergetar...

To be continued...

0 komentar:

Posting Komentar